Bagi sebagian orang, Permaisuri Farah Pahlavi adalah simbol tragis dari demokrasi Iran. Bagi yang lain, ia mewakili ekses terburuk rezim Shah yang digulingkan di era sebelum revolusi 1979 di negara itu.
Farah Pahlavi, atau nƩe Farah Diba, lahir di Teheran pada tahun 1938. Ia merupakan satu-satunya anak dari Sohrab Diba, seorang perwira militer yang lulus dari akademi militer Prancis St. Cyr, dan istrinya Farideh Diba Ghotbi. Keluarga Diba termasuk duta besar dan kolektor seni di antara elit Persia.
Farah belajar di sekolah Italia dan Prancis, di ibukota Iran dan menikmati gaya hidup yang relatif nyaman dan tanpa beban. Namun, masa kecilnya yang indah rusak, karena kematian ayahnya yang terlalu dini, ketika dia baru berusia delapan tahun.
Sebelum kematiannya, Sohrab menanamkan dalam diri putrinya kecintaan pada bahasa Prancis (yang banyak digunakan di Teheran). Dan dari ibunya, Diba mewarisi sifat kemandirian dan pemikiran ke depan. Farideh menolak putrinya mengenakan kerudung atau pernikahan yang diatur. Sebaliknya ia mendorongnya belajar arsitektur di Paris dengan beasiswa.
Pada musim semi tahun 1959, ia menghadiri resepsi kedutaan penguasa negaranya, Mohammad Reza Pahlavi.
Gosip di kalangan elite Teheran saat itu mengklaim bahwa shah sedang mencari seorang istri baru setelah menceraikan istri keduanya setahun lalu, karena ketidakmampuannya melahirkan anak.
Nama Diba beredar sebagai kandidat potensial. Mereka menikah di akhir tahun 1959.
Mohammed Reza Pahlavi memiliki visi besar untuk negaranya. Dia bermimpi menciptakan Persia modern yang didukung oleh kekayaan minyak negara yang luar biasa, yang akan berfungsi sebagai surga bagi demokrasi dan kebebasan di Timur Tengah.
Pada awal 1960-an, ia memprakarsai "Revolusi Putih," sebuah rencana besar untuk reformasi sosial dan ekonomi yang mencakup peningkatan hak bagi perempuan (termasuk hak untuk memilih), reformasi tanah, pembagian keuntungan bagi pekerja pabrik, membuka saham di pabrik-pabrik pemerintah untuk publik, dan membangun program literasi untuk mendidik orang miskin di negara itu.
Pada saat penobatan resmi Shah pada tahun 1967, Iran menikmati tingkat pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia dengan reputasi sebagai benteng perdamaian dan stabilitas di Teluk Persia.
Sejak awal, shah menjelaskan kepada calon istrinya bahwa perannya bukan hanya seremonial, seperti halnya bagi para ratu di masa lalu.
Bagian dari daya tarik Diba pada shah, terlepas dari pesona dan kebaikannya adalah, fakta bahwa ia dididik di Barat dan seorang pemikir independen. Diba bahkan menyatakan bahwa sebagai ratu, ia akan mengabdikan dirinya untuk melayani rakyat Iran. Bersama-sama pasangan kerajaan, ia akan mengantarkan zaman keemasan bagi Iran.
Sebagai simbol dari dedikasi totalnya untuk memajukan hak-hak perempuan di negaranya, shah memahkotai shabanu (permaisuri) Iran-nya pada tahun 1967, dan menunjuknya sebagai wakil, yang berarti dia akan memerintah Iran jika ia meninggal sampai putra mereka Reza II, tumbuh dewasa.
Farah Pahlavi mendorong revolusi pada suaminya melalui dukungannya pada seni. Alih-alih berfokus pada pembelian kembali artefak Iran kuno, Pahlavi memutuskan untuk berinvestasi dalam koleksi seni modern. Karena gayanya yang sempurna, pesona pribadinya, dan kesukaannya pada seni, Farah Pahlavi dijuluki Jackie Kennedy dari Timur Tengah.
Meskipun Iran menikmati peningkatan ekonomi berkat cadangan minyaknya, pada 1970-an negara itu juga berada di garis depan Perang Dingin. Minyak yang sama yang membuat Iran kaya juga merupakan daya tarik yang tak tertahankan bagi kekuatan Barat maupun Soviet, yang masing-masing berusaha mengerahkan pengaruh mereka pada negara itu.
Shah dan bangsawan kelas atas lainnya cenderung mendukung negara-negara Eropa dan Amerika Serikat, terutama setelah pemberontakan yang dipengaruhi oleh komunis pada 1950-an.
Beberapa elemen masyarakat Iran geram dengan apa yang mereka lihat sebagai pengabaian budaya dan nilai-nilai tradisional mereka.
Mereka membenci pengaruh budaya Barat pada elit Iran, dan memandang reformasi Shah sebagai upaya untuk sepenuhnya menghilangkan warisan budaya.
Ulama Muslim Ruhollah Khomeini adalah yang paling keras menyerukan penggulingan Shah. Khomeini diasingkan pada tahun 1964, tetapi terus menabur benih ketidakpuasan di Iran melalui radio.
Untuk semua niat baiknya, shah dianggap diktator, yang memicu rakyatnya berjuang hidup atau mati. Sayangnya penindasan brutal terhadap pengunjuk rasa hanya memicu siklus kekerasan di negara itu.
Situasi mulai memuncak pada September 1978, ketika tentara Shah menembak kerumunan demonstran, yang menyebabkan ribuan korban. Demonstrasi dengan cepat berubah menjadi kerusuhan.
Akhirnya pada bulan Desember 1978, tentara memberontak, dan kekuasaan shah berakhir. Keluarga kerajaan meninggalkan tanah air mereka, dan akhirnya mencari perlindungan di Amerika Serikat pada tahun 1979.
Shah meninggal di Mesir pada 1980, dan Farah Pahlavi yang diasingkan saat ini membagi waktunya antara Amerika Serikat dan Eropa, dan tidak pernah menginjakkan kaki di Iran.
Beberapa orang Iran mengingat masa pemerintahan Pahlavi sebagai Zaman Emas kebebasan dan kemerdekaan. Yang lain menganggapnya sebagai Marie Antoinette modern, yang membuat hancur dan menderita orang.
Comments
Post a Comment